Minggu, 24 Januari 2016

24 Januari 2016

24 Januari 2016

Kepalaku terasa berat hari ini setelah seharian keliling Jakarta-Bekasi. Menyambung luahan gagasan saya kemarin, pada hari ini saya ingin mengungkap beberapa conton inkonsistensi Ejaan Baku Bahasa Indonesia yang berkaitan dengan kosakata serapan asing. Dalam menuliskan kosakata serapan, bahasa Indonesia umumnya menempuh salah satu dari ketiga cara berikut:

1. Ejaan diubah mengikuti pengucapan, Televisi, fungsi, petisi adalah contoh kata serapan yang masuk  dalam kategori ini.
2. Ejaan tetap namun pengucapan berubah. Bank, modem, jum'at, intern adalah contoh kata yang ejaannya tidak mengalami perubahan namun ucapannya disesuaikan dengan kaidah pengucapan yang lazim dipakai oleh orang Indonesia.
3. Ejaan dan pengucapan tetap. Shuttle cock, reshuffle, ebola, SARS adalah contoh kata yang masuk dalam kategori ini.

Selain ketiga kategori diatas, ternyata saya menemukan satu kategori lagi:

4. Ejaan dan pengucapan baku menurut KBBI namun sayang mayoritas rakyat Indonesia enggan mengikutinya karena berbagai alasan. Shalat dan ramadhan adalah contoh kata yang masuk dalam kategori ini. Pembaca tentu bisa merasakan sendiri bahwa sebagian besar Muslim tentu akan lebih nyaman menuliskan menshalatkan jenazah ketimbang menyalatkan jenazah. 

Jadi masih perlukah bagi Badan Bahasa untuk mempertahankan sikap keras kepalanya dalam hal ini? Tidak sadarkah mereka bahwa usaha yang mereka lakukan itu sia-sia belaka? 

Bahasa adalah benda hidup yang akan terus berkembang. Segala upaya untuk mengatur dan mengendalikannya merupakan usaha yang niscaya akan berakhir dengan kegagalan. Satu-satunya hal yang bisa kita lakukan adalah dengan berupaya menganalisanya sehingga dapat mengajarkannya kepada semua orang guna menciptakan kesamaan pemahaman yang pada gilirannya inilah yang seharusnya disebut baku. Bagaimana menurut pembaca?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar