Kamis, 21 Januari 2016

22 Januari 2016

22 Januari 2016

Istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas dalam bidang tertentu. Jika menilik pada penggunaannya, istilah ada yang digunakan secara meluas alias umum dan ada pula yang hanya digunakan untuk bidang ilmu tertentu. Dengan fungsinya yang berkait erat dengan konsep, proses dan sifat, pembentukan istilah sudah barang tentu memerlukan kecermatan yang sangat tinggi agar dalam penerapannya tidak menimbulkan kerancuan paham yang berujung pada kegagalan proses transfer ilmu dan teknologi dari bahasa asing ke bahasa Indonesia. Guna memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai perbedaan antara istilah dengan kata, berikut saya paparkan  contoh yang saya temui yang berkaitan erat dengan pekerjaan saya sehari-hari:


Pada Gambar diatas, pembaca bisa melihat sebuah aplikasi pencatat dari ponsel pintar Samsung bernama memo. Pada bagian atas, pembaca bisa melihat dari kiri ke kanan masing-masing list, pen, eraser, delete, save dan more. Pada buku panduan Samsung, pembaca bisa mengetahui fungsi dari masing-masing item tersebut:

1. List : Open the action memo list (buka daftar memo tindakan)
2. Pen : Write a memo or change the pen color (Tulis memo atau ubah warna pena)
3. Eraser: Erase the memo
4. Delete: Delete the memo
5. Save: Save the memo (Simpan Memo)
6: More: Acces Additional Options (Akses Pilihan Tambahan)

Pembaca dapat melihat bahwa pada nomor ketiga dan keempat, saya mengalami kesulitan dalam menerjemahkan kalimat bahasa Inggris yang sejatinya berisi penjelasan fungsi dari item menu dimaksud. Beruntung dengan adanya gambar yang disertakan, pembaca tentu sudah bisa menebak apa fungsi dari masing-masing item diatas.

Kerancuan yang timbul pada gambar dan keterangan yang disertakan diatas tentu bukanlah perkara yang bisa dianggap remeh. Apalagi bila hal tersebut terjadi pada buku teks acuan mata pelajaran atau mata kuliah. Perkaranya jadi makin pelik dan rumit jika penulis buku tidak menyertakan gambar sebagai penjelas konsep dari istilah yang diungkapkan. Dari sinilah perlunya dilakukan usaha yang serius lagi sungguh-sungguh guna menata istilah bahasa Indonesia agar dapat tampil menjelaskan konsep-konsep yang rumit dalam dunia modern yang berkembang kian pesat.

3 komentar:

  1. Mungkin yang menjadi penyebab awal adalah:
    Tidak memahami defenisi perkata,
    tetapi dikarenakan hanya mengetahui,
    hasil translasi perkata.

    Kurang mempertimbangkan hal ini,
    boleh jadi menyebabkan
    tidak mengenal histori sebuah kata itu sendiri.

    Manakah kata yang mengalami penyempitan makna, dan manakah kata yang mengalami perluasan makna.

    Dalam bahasa Indonesia sendiri,
    ada banyak kata, dimana dalam perspektif bangsa Indonesia,
    bahwa kata-kata yang sebenarnya berbeda dalam defenisinya,
    adalah kata-kata yang bermakna sama.

    Misalnya kata : nikah dan kawin.
    Jika tidak memperhatikan defenisi dan historinya
    maka kesalahan dalam interprestasi,
    memahami kata-kata itu,
    menjadi salah kaprah.

    Seperti halnya erase dan juga delete.
    Dengan mencari tahu defenisi dan historinya bisa menjawab dimana letak perbedaan kedua kata ini.

    Kemudian dengan memperhatikan fungsi
    tombol pada aplikasi gadget tersebut,
    boleh jadi istilah dalam gadget tersebut,
    diartikan secara istilah,
    dan bukan diartikan secara perkata.

    Memang benar bahwa kedua kata yang hampir mirip itu
    adalah padanan kata, bersinonim.
    Tapi pasti tetap ada perbedaan, jika kita mau mencari tahu perbedaannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dan kata seperti itu banyak dalam bahasa Inggris. Tanpa usaha sungguh-sungguh dari kementerian pendidikan dasar dan menengah, dikti dan ristek, persoalan pelik bahasa ini bisa jadi penghambat serius kemajuan bangsa. Dulu ketika saya kuliah, menggunakan buku berbahasa Inggris juga sangat disarankan daripada menggunakan buku berbahasa Indonesia. Rekomendasi dari dosen seperti ini terpaksa dilakukan demi memastikan ilmu yang diajarkan sampai dengan benar tanpa ada kerancuan dan kesalahpahaman.

      Saya masih ingat dulu ketika membuka buku teks berbahasa Indonesia banyak sekali kata bercetak miring yang ada disana. Bisa dibayangkan apabila dalam satu paragraf terdapat 30% kosakata asing, maka akan menyulitkan pembaca dalam memahaminya lantaran pembaca tidak bisa memastikan kapan seharusnya dia memahami dengan tata bahasa Indonesia, kapan pula ia harus memahaminya mengikuti tata bahasa Inggris.

      Berikut contoh kata yang sering "meneror" saya lima tahun yang lalu sewaktu saya lulus kuliah:
      line, channel, canal, link, trunk, stream, flow, Noise, Error, Throughput, Transmission, Delivery, dll.

      Hapus
  2. Bagi ane bahasa Indonesia, bahasa yang paling sulit untuk dipelajari.
    Gramar tentang bahasa Indonesia sejauh ini ane ketahui, belum ada.

    Belum ada, literatur keilmiahan untuk mempelajarinya secara struktural yang sistematis, empiris.

    seperti halnya dalam bahasa Inggris,
    kita ketahui, adanya aturan aturan tertentu dalam susunan kalimat, yaitu tensis.

    Atau dalam ilmu nahwu, ilmu alat untuk mempelajari struktural gramar bahasa arab.

    Mengingat hal ini, ane berbaik sangka, pada mendiknas,
    karena memperbincangkan bahasa Indonesia amatlah sulit dan pelik, apalagi telah banyak terjadi kerancuan dalam kosa kata bahasa indonesia dalam persepsi bangsa Indonesia.

    Sebut saja kata :amal.

    Dalam sudut pandang bangsa Indonesia, kata ini menjurus pada perbuatan positif,perbuatan baik.
    Padahal kata amal, adalah kata serapan, dari bahasa arab.

    yang arti tepatnya adalah perbuatan.
    Tidak ada dijelaskan bentuk perbuatan itu,
    apakah perbuatan baik ataukah perbuatan buruk.

    Sudah seharusnya kata-kata yang diserap harus dikembalikan, arti dan maknanya ke asal kata tersebut,
    dari bahasa mana kata itu diserap.

    Agar, tidak terjadi kerancuan dalam memaknainya.

    BalasHapus